Menetapkan Uang Saku yang Paling Pas

8 komentar



Berapa uang saku yang paling tepat bagi anak SD?






Berdiskusi dengan anak tentang uang saku bisa terjadi kapan saja, terutama saat anak merasa sudah saatnya mendapat sangu yang lebih tinggi. Wajar, sih, menurut saya. Dan kami sudah beberapa kali membicarakan bersama. Biasanya diawali dengan permintaan tambahan uang jajan.

Untuk uang saku, saya dan suami sudah menyepakati sejumlah yang kami anggap pantas bagi anak seusia Destin dan Binbin. Destin sudah kelas 1 SMP dan Binbin sudah kelas 4 SD.

Saat menetapkan jumlah uang harian, kami sudah mempertimbangkan beberapa poin khusus sesuai lingkungan tinggal kami, yaitu:

1. Jarak rumah dengan sekolah dan bagaimana cara mereka sekolah.

2. Harga makanan di sekolah mereka

3. kegiatan hari itu - jumlah jam pelajaran.

4. Biaya lain-lain di sekolah seperti fotokopi atau jimpitan.

Pertimbangan kami tidak sebanyak teman-teman di kota. 4 poin di atas sudah mencakup semua.


Destin




Destin berangkat sekolah diantar jemput oleh bapaknya. Jaraknya agak jauh dan tidak memungkinkan baginya untuk naik sepeda. mengendarai motor sendiri juga bukan opsi meski beberapa teman melakukannya. Parkir di luar sekolah, sehari hanya Rp 1000,- memang menarik  minat para orangtua untuk mengizinkan anak SMP-nya naik sepeda sendiri. Kalau saya... no... no... no... no discussion either. 





Asyiknya sekolah di kota kecil memang segalanya serba murah. Jajan juga demikian. Setelah mempertimbangkan 4 poin di atas, kami menyepakati uang saku sejumlah Rp 7000,- di luar kebutuhan lain seperti fotokopi atau iuran (jika ada).



Untuk mengetahui berapa jumlah uang saku yang pas untuk anak SD, perlu identifikasi lingkungan dan kebutuhan anak


Binbin


Setiap hari Binbin ke sekolah naik sepeda. Jarak dengan sekolah hanya 400 meter saja, dan melewati jalan kampung. Karena sekolah di kampung, jajan di sana sangat terjangkau. Nasi goreng masih Rp 1000,- se porsi kecil. Jajan juga masih lima ratusan. ;)

Uang saku Binbin Rp 5000,- dikurangi jimpitan kelas Rp 500,- sampai Rp 1000,-. Jimpitan model begini sebenarnya tidak diperbolehkan, namun sekolah memberitahu bahwa uang tersebut untuk tabungan piknik di kelas enam. Semoga saja memang demikian.

Nah, mengenai pertimbangan ketiga, jam pelajaran, akhirnya, setelah diskusi beberapa kali, tidak akan dikurangi atau dilebihi. Namun jika ada les, kami memberi uang ekstra tanpa diminta




Kesimpulan


Tak peduli berapa pun uang saku dan usia anak, yang paling penting adalah mengajarkannya mengelola uang. Untuk Mas Destin, dia sudah terbiasa mengatur uang sakunya dengan baik. Sebagian untuk jajan, sebagian lagi untuk celengan dan biaya tidak terduga. Meski ia boleh meminta kapan pun biaya tidak terduga, namun si remaja tanggung ini memang hebat dalam mengelola uang sakunya. Hasil tabungan hariannya sangat lumayan.


Wayang sekotak tak ada yang sama, begitu pepatah Jawa. Adiknya Binbin lebih ekspresif dan banyak gerak. Kebiasaannya ini membuat uang sakunya lebih sering habis daripada tersisa. Dahulu, setiap pulang sekolah ia selalu meminta uang jajan. Setelah saya mengajarinya memecah uang saku dan membagi sesuai post, akhirnya semakin lumayan. Dua kali istirahat, dua kali jajan. Sisanya untuk cemplungan di rumah. Memang tidak mudah dan banyak gagalnya, tetapi saya percaya, perlahan pasti bisa disiplin seperti masnya.




Uang saku yang dikelola anak di sekolah berbeda dengan uang jajan di rumah. Tentu ada posnya sendiri. Tetapi, untuk uang jajan sore hari, masih optional. Jika saya tidak bisa membuatkan camilan atau memang anak ingin membeli jajan yang dihentikan tetangga. Tiap sore ada jagung rebus, cilok, dan bakso yang lewat.  Bahagianya saya, tidak setiap hari mereka membeli. Ya kali... karena mereka makan snack kering yang disiapkan mamanya tuk teman menulis. :D

Related Posts

8 komentar

  1. Semua perlu didiskusikan dan mengajarkan anak untuk mengelola uangnya dengan baik

    BalasHapus
  2. Saya dulu uang saku waktu SD hanya 500,, tapi dulu sih, lulus 2001 ahaha.. Kalau kurs sekarang berapa ya? :D

    -Traveler Paruh Waktu

    BalasHapus
  3. Intinya biar hemat, ibu kudu pinter bikin snack. Biar gak jajan. Biar gak kebanyakan minta uang saku. Hihi

    BalasHapus
  4. Aku sbnrnya udh mulai ngasih uang jajan sjk anak2 masih umur setahun. Tp jelas yg memanage itu babysitter mereka, dan aku minta reportnya tiap tgl 25. Plus wanti2 uang jajannya hanya boleh dibeliin buah, mainan, buku, ato biskuit yg udh saya pilihin. Lain dr itu ga boleh.

    Nah nanti kalo si kaka udh mulai SD baru deh aku ksh ke anaknya lgs. Tp ttp dgn pengawasan babysitter :) . Cm aku blm bisa nentuin jg mba bakal ksh brp. Tergantung sekolahnya nanti di mana :D.

    Enak yaa kalo di daerah semua msh serba murah. Ntahlah di jkt ini nanti jajan anak bakal brp.. Kalo dgr temen yg anaknya skolah di sekolah swasta, ato yg asing, duuh uang jajannya segede gaji babysitterku sebulan wkwkwkw bikin ngenes..

    BalasHapus
  5. Betul sekali Mbak

    BalasHapus
  6. Gapapa. Jaman saya malah cuma 50 rupiah.

    BalasHapus
  7. Sepakat bangeeeettt

    BalasHapus
  8. Perihal jumlah uang memang sangat pribadi, menyesuaikan gaya hidup dan value, serta misi yg disepakati dengan pasangan dan anak.

    BalasHapus

Posting Komentar